Polman,Jejakrakyat.com – Kasus pembunuhan warga Pambusuang,kecamatan Balanipa,kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat,diduga Polisi tidak menangani dengan serius sehingga belum menunjukkan perkembangan cukup berarti dalam penyelidikan.
Karena kenapa,sudah sebulan sejak kasus pembunuhan terjadi, namun sampai saat ini tanpa ada kejelasan,membuat publik bertanya-tanya: sejauh mana keseriusan aparat menegak hukum?
Keterlambatan dalam mengungkap kasus berat seperti pembunuhan bukan sekadar soal teknis penyidikan. Ia menyangkut kredibilitas dan akuntabilitas institusi penegak hukum.
Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, penyidikan seharusnya dilakukan secara profesional, proporsional, dan transparan.Jika berbulan-bulan tidak ada kemajuan, wajar jika masyarakat mempertanyakan penerapan prinsip-prinsip itu.
Sebab,Keresahan warga Campalagian sudah disuarakan melalui aksi damai dan desakan terbuka kepada Polres Polewali Mandar dan Polda Sulawesi Barat. Aksi itu bukan bentuk tekanan, melainkan seruan moral agar aparat lebih terbuka dan komunikatif.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 menjamin hak warga untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Aspirasi masyarakat seharusnya dilihat sebagai energi sosial untuk memperkuat transparansi, bukan ancaman bagi penegak hukum.
Dalam kasus seperti ini, komunikasi publik menjadi kunci. Kepolisian perlu memberikan pembaruan informasi berkala agar tidak tumbuh kecurigaan dan spekulasi liar.
Prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 dapat menjadi landasan untuk menjaga kepercayaan masyarakat tanpa mengorbankan kerahasiaan teknis penyidikan.
Keterlambatan pengungkapan kasus bukan hanya duka bagi keluarga korban, tapi juga tamparan bagi kredibilitas penegakan hukum di daerah. Kepercayaan publik adalah modal sosial penting bagi stabilitas hukum. Seperti diingatkan Kompolnas, keberhasilan penyidikan tidak hanya diukur dari tertangkapnya pelaku, tapi juga dari persepsi masyarakat terhadap keadilan dan profesionalisme prosesnya.
Kasus Campalagian bisa menjadi cermin bagi aparat di Sulawesi Barat: sejauh mana komitmen mereka menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Polisi daerah adalah wajah negara di tingkat lokal. Setiap keberhasilan atau kelalaian di sana akan ikut membentuk citra nasional kepolisian.
Langkah konkret perlu segera ditunjukkan. Koordinasi antar-satuan, pelibatan tim forensik, serta pemanfaatan teknologi identifikasi modern dapat memperkuat pembuktian. Jika diperlukan, dukungan teknis dari Polda atau Bareskrim Polri patut dioptimalkan.
Keadilan tidak hanya diukur dari vonis akhir. Ia juga hidup dalam proses: dalam ketegasan, keterbukaan, dan tanggung jawab aparat terhadap warga yang menuntut kebenaran. Semakin lama kasus ini terkatung, semakin besar pula risiko menurunnya kepercayaan publik.
Satu bulan seharusnya cukup untuk menegaskan satu hal: hukum mesti bekerja untuk semua, termasuk bagi mereka yang suaranya datang dari pelosok Campalagian.
Sumber Rilis : El Bara “Demisioner Wasekum Hukum & Ham HMI cabang Majene” 2023-2025.